Ujian Take Home
Hukum Lingkungan
Pembahasan
Kasus Tentang:
PENGALIHAN
LAHAN TERBUKA HIJAU DEPOK MENJADI KANTOR
(Kompas,
4 Januari 2012, halaman 7)
Keputusan
pemerintah daerah sangat kontroversi dalam alih fungsi ruang terbuka hijau dan
penunjang sumber mata air. Malah ada yang dijadikan kawasan perkantoran. Ini
terjadi di Perumahan Permata Depok, RW 007, Kelurahan Pondok Jaya, Kecamatan
Cipayung, Kota Depok, Jawa Barat.
Kawasan
seluas hampir 5.000 meter persegi dengan situ di tengahnya sebagian akan
dialihfungsikan menjadi kawasan perkantoran Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pendidikan Kecamatan Cipayung. Rencana itu tertuang melalui Surat Keputusan
Wali Kota Depok Nomor 503/332/Kpts/DPPKKA/Huk/2012 tertanggal 1 Agustus 2012.
Keputusan ini terkait penetapan status penggunaan fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Depok seluas 1.000
meter persegi menjadi kantor UPT Pendidikan TK dan SD Kecamatan Cipayung.
Keputusan
itu menyebabkan warga RW 007, khususnya yang bermukim di dekat kawasan ruang
terbuka hijau tersebut, keberatan dan khawatir dampak bencana lingkungan di
kemudian hari. Keberatan warga beralasan karena letak suatu kantor di dalam
kawasan perumahan yang telah dihuni lebih dari 1.500 keluarga menyalahi zonasi.
Selain itu, lahan yang akan dibangun gedung perkantoran tersebut berjarak
sekitar 50 meter dari bantaran Sungai Ciliwung.
Tindakan
berisiko telah diambil oleh Pemkot Depok serta berupaya memaksakan pembangunan
kantor tersebut di sarana fasum dan fasos yang telah diserahkan pengembang PT
Citra Karsa Hansa Prima pada 2008. Pemkot Depok bersikukuh membangun
perkantoran di aset pemda itu tanpa verifikasi aktual sebelumnya terhadap lahan
tersebut yang berpotensi terjadinya gangguan keseimbangan alam, pelanggaran
zonasi, dan efek keamanan lingkungan di kawasan perumahan.
Fery Permata Depok, Pondok Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat.
Fery Permata Depok, Pondok Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat.
PEMBAHASAN:
Perubahan
penggunaan lahan kota dari kawasan bervegetasi menjadi kawasan terbangun
mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi kota, seperti menurunnya luas dan
jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH kota adalah bagian dari lahan terbuka
dalam suatu kota yang didominasi oleh tanaman baik
yang tumbuh
secara alami maupun dibudidayakan yang memiliki manfaat dan
fungsi terhadap
kelestarian alam, kesehatan, kenyamanan, kesejahteraan manusia
dan keindahan
lingkungan. Fungsi RTH dapat berbentuk hutan kota, taman kota,
taman pemakaman
umum, lapangan olahraga, jalur hijau, jalan raya, bantaran rel
kereta api,
bantaran sungai dan kawasan pertanian. RTH disebut sebagai kawasan
konservasi air
karena merupakan kawasan penyimpan air khususnya disaat hujan.
Tingginya
tingkat perkembangan kota Jakarta yang berdampak tidak langsung terhadap kota
penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (BODETABEK) mengalami
perkembangan yang cepat pula. Daerah yang
mengalami
perkembangan tinggi seperti Jakarta memerlukan merupakan aktivitas
industri yang
tinggi pula. Namun, kota Jakarta sudah hampir tidak memiliki ruang
untuk aktifitas industri,
maka muncul daerah-daerah industri dengan akses di
sekitar kota
Jakarta. Perkembangan wilayah penyangga ini kemudian diikuti oleh
proses alih guna
lahan yang cenderung berdampak positif terhadap perkembangan
ekonomi, maupun
sebaliknya berdampak negatif dari segi fisik dan sosial. Oleh
karena itu,
dalam melaksanakan pembangunan perlu adanya keseimbangan dalam
pemanfaatan
sumberdaya yang didayagunakan secara terencana.
Berdasarkan
PP No. 47 tahun 1997, kota Depok merupakan salah satu kota
yang termasuk di
dalam Kawasan Bopunjur, dengan pemanfaatan ruang yang
sangat terbatas
sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai kawasan konservasi air dan
tanah, yang
memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan
perlindungan
terhadap kawasan di bawahnya yaitu, provinsi Jawa Barat dan DKI
Jakarta. Sesuai
dengan kondisi geografisnya, kota Depok merupakan wilayah
penyangga DKI
Jakarta yang secara langsung akan berfungsi sebagai kawasan
limpahan dan
tekanan dari pertumbuhan kota Jakarta dan juga sektor lain diantaranya ekonomi,
perdagangan, komersial dan pendidikan.
Menurut
Laporan Akhir Penyusunan Strategi Ruang Terbuka Hijau Kota
Depok Tahun 2007
yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kota
Depok menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan
laju pertumbuhan
penduduk Depok mencapai 6,75 persen per tahun. Hal ini telah
mendorong
dilakukannya pembangunan permukiman di atas lahan-lahan yang
sebenarnya
merupakan daerah resapan air. Kejadian ini bertentangan dengan
Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang se-Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor,
Depok, Jakarta, Bekasi, dan Cianjur) yang
menyatakan bahwa
Depok selalu diarahkan sebagai kota penyangga Jakarta,
termasuk dalam
hal penyediaan air tanah dan pengendalian banjir.
Di
wilayah perkotaan banjir terjadi akibat berkurangnya RTH kota. Masalah umum ini
terjadi di sebagian wilayah Indonesia terutama di wilayah
padat penduduk.
Faktor alam berupa curah hujan menjadi kontribusi besar
penyebab banjir
selain tindakan manusia yang menyebabkan perubahan tata guna
lahan secara
cepat dan tak terkendali yang mengakibatkan banjir dan juga longsor.
Pertambahan
penduduk yang pesat akibat urbanisasi maupun kelahiran dapat
berdampak secara
langsung terhadap perluasan permukiman. Hal ini dapat
menyebabkan
berkurangnya kawasan bervegetasi dan secara langsung dapat
meningkatnya run
off sehingga debit air tersebut langsung terbuang ke sungai.
Pada saat hujan,
hampir 30% wilayah kota Depok tergenang oleh air
dengan kedalaman
± 0,45m, sehingga fenomena alam berupa banjir ini menjadi
konflik di
wilayah kota Depok yang difungsikan sebagai kawasan resapan air. Hal
ini diakibatkan
oleh adanya tekanan penduduk yang sangat tinggi dan akibat
perkembangan
seluruh sektor pembangunan kota Jakarta.
Menurut
UU RI No. 26 Tahun 2007, luas RTH dengan proporsi minimal
sebesar 30% dari
luas wilayah yang diperinci menjadi 20 % RTH publik dan 10 %
RTH privat.
Adapun luas RTH di wilayah Kota Depok menurut Bappeda(2007)
adalah RTH
privat sebesar 40,68% atau melebihi standar maksimal (10%) dan
RTH publik hanya
sebesar 9,32%, yaitu di bawah standar maksimal (20%). (IPB, 2013).
Adanya keputusan pemerintah daerah depok yang melakukan
konversi fungsi lahan terbuka hijau seluas hampir 5.000 meter persegi dengan
situ di tengahnya sebagian akan dialihfungsikan menjadi kawasan perkantoran. Pemkot
Depok bersikukuh membangun perkantoran di aset pemda itu tanpa verifikasi
aktual sebelumnya terhadap lahan tersebut yang berpotensi terjadinya gangguan
keseimbangan alam, pelanggaran zonasi, dan efek keamanan lingkungan di kawasan
perumahan.
Keputusan
pemerintah kota yang kan melakukan alih fungsi lahan tersebut menyebabkan
timbulnya keresahan warga khususnya yang
bermukim di dekat kawasan ruang terbuka hijau yang akan dialihfungsikan menjadi
kawasan perkantoran. Keberatan dan kekhawatiran warga karena adanya potensi
dampak bencana lingkungan yang akan terjadi melihat keberadaan dan fungsi dari
lahan tersebut. Keberatan warga cukup beralasan karena terletak di dalam
kawasan perumahan yang telah dihuni lebih dari 1.500 keluarga menyalahi zonasi.
Selain itu, lahan yang akan dibangun gedung perkantoran tersebut berjarak
sekitar 50 meter dari bantaran Sungai Ciliwung.
Berdasarkan
wilayah administrasinya, penataan ruang terdiri atas penataan ruang wilayah
nasional, penataan ruang wilayah provinsi, penataan ruang wilayah kabupaten / kota.
Terdapat di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan
perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas
wilayah kota ( Kementrian PU.2008).
a.
System perizinan
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ini, penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh Pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang (Adisasmito 2008).
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ini, penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh Pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang (Adisasmito 2008).
b.
Strategi Penaatan
Berdasarkan
UU nomor 32 tahun 2009 pasal 70 ayat 1) masyarakat memiliki hak dan kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, maka warga dapat (berhak mengajukan) melakukan
gugatan terhadap pemerintah (pihak yang membuat keputusan) mengalihfungsikan
ruang terbuka hijau menjadi area perkantoran yang menyebabkan keresahan,
berpotensi menjadi penyebab banjir karena ruang terbuka hijau tersebut merupakan
Recharge area. Gugatan tersebut
berdasarkan penegakan hukum lingkungan keperdataan dimana terjadi sengketa
lingkungan dan yang menjadi subyek sengketa lingkungan adalah badan atau
pejabat tata usaha.
Keputusan
alihfungsi tersebut memenuhi kriteria dalam Onrechtmatige
Daad yaitu sifat melanggar hukumnya suatu perbuatan (Onrechtmatigheid) karena dalam penjelasan tentang kriteria ini
dikatakan kriteria melanggar hukum dalam pasal 1365 yaitu bertentangan denga
hak tidak tertulis yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini hak
masyarakat menikmati ruang terbuka hijau dan keseimbangan lingkungan dan juga
pembangunan kantor tersebut terletak di dalam kawasan perumahan. Selain itu
juga memenuhi kriteria hubungan kausal (Causaal
Verband) . Hal tersebut didasarkan karena dengan pembangunan area
perkantoran diarea yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau sehingga
menyalahi aturan tata kota yang sudah diatur dalam peraturan mentri. Selain
itu, itu keberadaan bangunan yang akan di bangun di area sekitar bantaran
sungai akan menyebabkan gangguan pada kemampuan DAS menampung aliran sungai
sehingga memperbesar potensi terjadinya banjir baik di kota Depok itu sendiri
maupun daerah sekitarnya, salah satunya yaitu Jakarta sebagai muara dari Sungai
Ciliwung.
c. Sanksi
Administratif
Sanksi administratif yang dapat di terapkan pada kasus ini
diatur dalam UU no 32 tahun 2009 pasal 76 ayat 2) sanksi administratif terdiri
atas : a.teguran b. paksaan pemerintah c. pembekuan izin lingkungan d.
pencabutan izin lingkungan. Dalam hal ini pemerintah yang melakukan
pengalihfungsian ruang terbuka hijau dapat di kenakan teguran dari pemerintah
tingkat I yaitu gubernur, kemudian bedasarkan untuk poin b paksaan pemerintah,
sanksi yang dapat di terapkan berdasarkan pasal 80 UU No 32 Tahun 2009 yaitu
berupa a) penghentian kegiatan
pembangunan. Untuk penerapan perintah
penghentian pembangunan saya rasa cukup efektif karena , pada umumnya perintah
yang diberikan oleh pimpinan daerah dalam hal ini gubernur akan di jalankan
oleh aparatur daerah di bawahnya.
d.
Penyelesaian Ganti Kerugian
lokasi perkantoran masuk dalam kawasan perumahan yang didiami
1500 keluarga maka dari pembangunan lokasi perkantoran tersebut selain mengubah
fungsi ruang terbuka hijau juga mengambil area perumahan warga sehingga akibat
dari kegiatan tersebut perlu mekakukan pengembalian fungsi dan bentuk ruang
terbuka hijau yang di alihfungsikan tadi atau dengan membuat lahan terbuka
hijau di tempat lain di sekitar bantaran sungai untuk menggantikan lahan yang
dialihfungsikan serta wajib mengganti kerugian warga yang terkena dampak
pembangunan perkantoran di areal perumahan sesuat dengan perhitungan kerugian
yang diderita warga akibat pembangunan perkantoran tersebut.
e.
Perlu Tidaknya Penerapan Asas Subsidiaritas
Dalam penjelasan UU Nomor 23 tahun 1997 asas
subsidiaritas digunakan sebagai penunjang hukum administrasi dan kemudian
diteruskan kembali melalui UU Nomor 32 tahun 2009. sebagaimana disebutkan dalam
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa sebagai
penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap
memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu hukum pidana hendaknya didayagunakan
apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi
perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif
dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau perbuatannya
menimbulkan keresahan masyarakat luas.
Penggunaan asas subsidiaritas dalam UU Nomor 23 Tahun
1997 adalah dimaksudkan untuk lebih mengedepankan penyelesaian pelanggaran UU
Nomor 23 Tahun 1997 melalui hukum administrasi dan hukum perdata. Pada produk
hukum ini dikatakan bahwa penerapan penegakan hukum pidana dilakukan sebagai
upaya terakhir setelah penerapan hukum administratif dianggap tidak berhasil.
(Ferli 2012).
Dalam kasus ini belum dijelaskan tindakan yang dilakukan
pemerintah kota terhadap permasalahan warga, sementara dilain pihak warga belum
mengajukan tuntutan lingkungan terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi.
Jadi sebaiknya dilakukan pengajuan tuntutan
keberatan warga terhadap pembangunan perkantoran tersebutdan apabila
pemerintah kota tidak menghentikan atau sanksi administrasi tidak berhasil
mennyelesaikan permasalahan lingkungan antara warga dan pemerintah kota maka
tindakan subsidiaritas perlu diterapkan
DAFTAR
PUSTAKA
Adisasmito.
Wiku, Drh. MSc, PhD. 2008. Rancangan Peraturan Daerah Kota
Cilegon Tentang Ruang Terbuka Hijau Kota CilegonCase Study :
Pembuatan Kebijakan Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Jakarta
Ferli. 2012. Asas Subsidiaritas Dalam Hukum Lingkungan di Indonesia.
http://ferli1982.wordpress.com/2010/12/21/asas-subsidiaritas-dalam-hukum-lingkungan-di-indonesia.
Diakses pada tanggal 12 Januari 2013 pukul 13.15 WIB
IPB.2013. Penggunaan Lahan dan Konservasi Air.
http//: IPB.ac.id. diakses tanggal 2 januari 2013. Pukul 15.30 WIB.
Kementrian
Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Mentri
Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan. Direktorat Jendral Penataan Ruang. Jakarta
Permata. Fery.
2013. Rubrik Opini : Ruang Terbuka Hijau
di Depok dialihkan Jadi Kantor. http//: kompas.online.ac.id. diakses
tanggal 11 januari 2013 pukul 13.15
WIB
0 komentar:
Posting Komentar