Konservasi dan Pengelolaan Potensi Terumbu Karang



TERM-PAPER
BIOLOGI LINGKUNGAN





Konservasi dan Pengelolaan Potensi Terumbu Karang

Abstrak
Laut memiliki banyak kandungan sumberdaya yang sangat bermanfaat bagi manusia. Eksploitasi dan pemanfaatan yang berlebihan terhadap potensi sumberdaya yang terdapat di laut secara tidak langsung juga ikut menjadi salah satu penyebab terganggunya keseimbangan ekosistem laut. Salah satu bentuk gangguan keseimbangan ekosistem laut adalah keadaan terumbu karang yang terus mengalami kerusakan, bukan saja karena dampak alam namun juga karena adanya tindakan manusia yang kurang memperhatikan keadaan lingkungan. Untuk menjaga agar keadaan ekosistem di laut tetap terjaga maka diperlukan kesadaran dan peran serta dari semua pihak untuk menjaga laut khususnya terumbu karang yang menjadi rumah bagi banyak jenis ikan. Dala upaya konservasi terumbu karang tidak hanya pemerintah selaku pemegang kewenangan namun masyarakat sebagai pelaku ekspoitasi juga perlu ikut berperan serta menjaga keadaan lingkungan di laut. Dengan adanya peran serta dari semua pihak maka usaha konservasi akan berhasil sehingga dapat mengembalikan keseimbangan ekosistem laut yang semakin mengalami penurunan.

Kata kunci : sumberdaya laut, peran serta, ekosistem laut.

Pendahuluan
terumbu karang termasuk sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Marshalet al. 2010). Namun kondisi terumbu karang mulai mengalami berbagai ancaman kerusakan sehingga keadaannya cukup mengkhawatikan salah satu ancamannya berasal dari manusia (Adjeroud et al. 2012), selain ancaman dari manusia keberadaan terumbu karang juga  mengalami tekanan dari alam sebagai dampak dari perubahan iklim (Almany et al. 2009). Untuk melindungi dan mempertahankan keberadaan terumbu karang yang memiliki banyak potensi tersebut maka perlu dilakukan tindakan konservasi dan pengelolaan potensi terumbu karang agar bisa tetap di pergunakan (Adjeroud et al. 2012 ; Asnawi et al. 2007).
Tujuan dari termpaper ini adalah : 1) Untuk mengkaji manfaat hasil kegiatan konservasi terumbu karang (adjeroud et al.2012), 2) Untuk memepelajari hubungan antara potensi terumbu karang terhadap representasi keanekaragaman hayati di laut (Almany et al. 2010) dan 3) Untuk mempelajari cara pengelolaan terumbu karang sehingga dapat mengoptimalkan potensi dari terumbu karang tanpa merusak terumbu karang ( Christie dan White 2007).
Dalam termpaper ini menjelaskan bahwa tindakan konservasi sangat dibutuhkan untuk mempertahankan keberadaan terumbu karang (adjeroud et al. 2012) yang mulai mengalami gangguan akibat pemanfaatan yang berlebihan dan adanya peristiwa alam yang di sebabkan gagngguan iklim (Marshal et al. 2010). Pemilihan daerah yang di konservasi dengan cara menentukan areal terumbu karang yang dilindungi setelah melakukan sampling terhadap terumbu karang. Sampling terumbu karang dilakukan dengan membuat trensek di sepanjang pantai yang di bagi berdasarkan kedalaman.  Kemudian menghitung dan mengidentifikasi terumbu karang yang terdapat dalam transek. Kelompok terumbu karang dibedakan atas terumbu karang dewasa dan rerumbu karang muda. Terumbu karang yang berdiameter kurang dari 5 m dianggap sebagai terumbu karang muda dan yang berdiameter sekitar 5 m atau lebih digolongkan sebegai terumbu karang dewasa. Untuk areal yang terdapat banyak terumbu karang muda maka areal tersebut akan mendapat perhatian lebih untuk menjaga perkembangannya (adjeroud et al.2012).
Karena terumbu karang merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan memiliki peranan dalam menjaga keanekaragaman hayati di laut (Almany et al. 2009) maka perlu dibuat daerah khusus untuk melindungi karang laut yang di kenal dengan Marine Protected Area (MPA) (Christie dan White 2007). Dalam tindakan konservasi juga harus di lakukan secara efisien dan fokus, misalnya dengan mengurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian pada terumbu karang dan mempertahankan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhanterumbu karang yang masih muda (Adjeroud et al, 2012), selain itu diperlukan pula partisipasi dari masyarakat lokal yang tingggal sekitar daerah konservasi terumbu karang tersebut untuk turut serta melakukan pemantauan dalam program konservasi terumbu karang (Aswani et al. 2007).
Pembahasan
Terumbu karang merupakan tempat tinggal dan tempat mencari makan banyak hewan di laut seperti ikan, molusca, dan Echinodermata (adjeroud et al. 2012). Namun yang terjadi belakangan ini, telah banyak  kerusakan terumbu karang akibat dari aktifitas ekploitasi tanpa memperhatikan keberadaan terumbu karang menyebabkan penurunan potensi, sehingga perlu di lakukan upaya konservasi agar  potensi terumbu karang tetap dapat digunakan secara berkelanjutan (adjeroud et al. 2012).
Usaha konservasi laut dan terumbu karang saat ini menunjukkan kecenderungan kearah manajemen pencegahan yang juga melibatkan partisipasti banyak pihak (Aswani et al. 2007). Pemanfaatkan sistem pengetahuan ilmiah dan lokal serta mekanisme untuk mendeteksi dan bereaksi terhadap perubahan sistem ekologi dan sistem sosial. Penggabungan dari kedua sistem tersebut diharapkan dapat menjadi awal dari proses   partisipatif dalam pembentukan strategi yang menggabungan peran akan sangat baik untuk lebih memahami dan menghubungkan antara kearifan lokal dan pengetahuan ilmiah (Cinner dan Asnawi 2007). Dalam merencanakan, menyusun, dan mengawasi konservasi laut perlu memperhatikan faktor sosial dan faktor lingkungan (Stoffle dan Minnis 2007).  Hal tersebut disebabkan karena antara lingkungan laut dan kehidupan masyarakan saling mempengaruhi (Marshall et al. 2010). Dengan mempelajari tentang lingkungan akan dapat menambah pengetahuan tentang keanekaragaman yang terdapat di laut serta pengaruh yang terjadi pada laut akibat perubahan hidup masyarakat tradisional dalam memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di laut (Stoffle dan Minnis 2007). Dengan pemahaman akan adanya ketergantungan manusia terhadap sumberdaya yang terdapat di laut, dan tata cara pengelolaan yang benar tentang bagaimana usaha untuk  mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya laut, maka usaha konservasi diharapkan menjadi lebih efektif (Marshall et al. 2010).
Marine Protecting Area (MPA) yang baru-baru ini dicanangkan secara luas diharapkan akan menjadi salah satu alat yang ampuh dalam usaha  konservasi keanekaragaman hayati laut dan  konservasi pengelolaan perikanan oleh para ilmuwan dan pemerintah nasional di seluruh dunia (Gerhardinger et al. 2011). MPA (Marine Protecting Area) berbasis masyarakat merupakan strategi manajemen sering digunakan lembaga formal, desentralisasi pengambilan keputusan.
 Namun karena faktor kurangnya dukungan yang berasal dari pemerintah atau  mungkin karena kurangnya sumber daya keuangan atau teknis sehingga, pada umumnya  di sebagian besar negara tropis usaha konservasi terumbu karang kurang berhasil. Pola pemerintahan bottom-up mungkin menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan masalah konservasi di beberapa Negara tropis (Christie dan White 2007). Ada banyak keuntungan dari penerapan strategi bottom-up. Strategi tersebut akan menyebabkan adanya kecenderungan untuk melibatkan para pengguna sumber daya lebih berperan  efektif daripada pola strategi top-down.  Sehingga akan memunculkan  rasa kepercayaan, kerjasama, dan kepemilikan di antara masyarakat dan pemerintah (Christie dan White 2007).
Berikut beberapa faktor yang perlu di perhatikan dalam upaya konservasi sumberdaya laut termasuk terumbu karang  :1. Manajemen Sosial-lingkungan : Mengembangkan manajemen partisipatif kawasan lindung, pendidikan lingkungan, manajemen konflik dan kursus pengembangan kapasitas kepada masyarakat (eksternal ke lembaga) 2. Populasi Tradisional: Menyampaikan dan mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat ekstraktif dan masyarakat adat dalam kawasan lindung jatuh di 'Pemanfaatan' kategori yaitu :  Penguatan masyarakat lokal dan Pemanfaatan dan produksi. 3. Kepentingan umum dan bisnis: Kualifikasi, mengatur dan menyusun kegiatan kunjungan, penggunaan publik dan rekreasi dalam kawasan lindung. 4. Teritorial konsolidasi: Menyampaikan dan membatasi batas kawasan lindung . 5. Penetapan perencanaan dan evaluasi kawasan lindung: Mengembangkan dan menerapkan alat dan tindakan terhadap penetapan dan pengelolaan kawasan lindung berupa : a. Penunjukan, b. Manajemen rencana elaborasi dan revisi. c. Evaluasi pelaksanaan kawasan lindung. d.Sistem, Mosaik dan evaluasi koridor efektifitas. 6. Perlindungan Mengembangkan perlindungan dan mekanisme keamanan di daerah menghadapi risiko invasi. 7. Konservasi dan pengelolaan : Mengembangkan alat pengelolaan keanekaragaman hayati bertujuan untuk mengurangi dampak aktivitas manusia pada beberapa spesies menghadapi resiko kepunahan. Usaha tersebut dapat di lakukan dengan cara Evaluasi konservasi keanekaragaman hayati dan juga dengan melakukan Desain dan implementasi rencana aksi. 8. Pemantauan dan penelitian: Promosikan generasi pengetahuan tentang konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan kawasan lindung. contoh tindakannya dapat berupa melakukan Promosi dan pengiriman penelitian, selain itu dapat juga melakukan variasi dalam usaha pemantauan dan juga optimalisasi manajemen informasi dalam usaha konservasi terubu karang. 9. Manajemen lingkungan: kompensasi dan sumber daya keuangan khusus Kelola sumber daya kompensasi lingkungan keuangan dan sumber daya khusus sistematisasi. 10. Pengembangan kelembagaan: Menyebarluaskan kompetensi kelembagaan dan tindakan kepada masyarakat. 11. Manajemen sumber daya manusia: Menerapkan praktek terpadu dan kebijakan untuk pengembangan pribadi dan profesional personil. Misalnya dengan mengembangkan Manajemen personil dan kualitas hidup, korporatif Pendidikan.  12. Mengembangkan Teknologi informasi dan manajemen: manajemen terpadu dan strategis logistic dan Technologi yang dapat di manfaatkan untyuk memberikan informasi dalam upaya pelestarian terumbu karang. 13. Keuangan mengoperasionalkan: sumber daya keuangan  yang mendukung upaya yang di lakukan dalam rangka perlindungan terumbu karang 14. Perancanaan anggaran operasional yang di gunakan untuk membiayai dan menjaga keberkelanjutan dari usaha konservasi terumbu karang. 15. Dukungan dari korporasi (Gerhardinger et al. 2011)
Penutup
Berdasarkan pembahasan dari beberapa jurnal di atas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa tujuan dari usaha konservasi adalah untuk mengurangi kerusakan terumbu karang karena aktifitas eksploitasi berlebihan sehingga potensinya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (adjeroud et al. 2012). Hal tersebut perlu menjadi perhatian kita bersama karena terumbu karang memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan karena Terumbu karang merupakan tempat tinggal dan tempat mencari makan banyak hewan di laut seperti ikan, molusca, dan Echinodermata (adjeroud et al. 2012).
Dengan pemahaman ketergantungan terhadap sumberdaya yang terdapat di laut, diharapkan usaha konservasi akan menjadi lebih efektif (Marshall et al. 2010). Dalam upaya konservasi terumbukarang diperlukan kerjasama dari banyak pihak (Aswani et al. 2007). Marine Protecting Area (MPA) merupakan salah satu alat yang ampuh untuk konservasi keanekaragaman hayati laut dan  konservasi pengelolaan perikanan oleh para ilmuwan dan pemerintah nasional di seluruh dunia(Gerhardinger et al. 2011). MPA (Marine Protecting Area) berbasis masyarakat merupakan strategi manajemen sering digunakan lembaga formal, desentralisasi pengambilan keputusan, di sebagian besar negara tropis, rezim pemerintahan bottom-up mungkin menjadi salah satu pilihan sehingga masyarakat juga perlu diikut sertakan dalam usaha tersebut (Christie dan White 2007). keuntungan dari penerapan strategi bottom-up adalah  pengguna sumber daya lebih berperan efektif sehingga akan menimbulkan rasa kepercayaan, kerjasama, dan kepemilikan di antara masyarakat dan pemerintah (Christie dan White 2007).



























DAFTAR PUSTAKA
Adjeroud. M., Briand. M. J., Kayal. M., Dumas . P.( 2010). Coral assemblages in Tonga: Spatial Patterns, Replenishment Capacities, and Implications for Conservation Strategies. Environmental Monitoring Assesment. DOI 10.1007/s 10661-012-2982-5.

Almany .G.R., Connolly. S. R., Heath. D. D., Hogan. J. D., Jones. G. P., Mc Cook. L. J., Mills. M., Pressey. R. L., Williamson. D. H. (2009). Connectivity, Biodiversity Conservation and the Design of Marine Reserve Networks for Coral Reefs. Coral Reefs, 28, 339-351.

Asnawi. S., Albert. S., Sabetian. A., Furusawa. T. (2007) Customary Management as Precautionary and Adaptive Principles for Protecting Coral Reefs in Oceania. Coral Reefs, 26, 1009-1021.

Christie. P., White. A. T. (2007). Best Practices for Improved Governance of Coral Reef Marine Protected Areas. Coral Reefs, 26, 1047-1056.

Cinner. E. Joshua, Aswani. Shankar. (2007). Integrating Customary Management Into Marine Conservation. Biological Conservation, 140 , 201-216.

Gerhardinger. C. L., Godoy.  A. S. E., Jones. J. S. Peter, Sales. Gilberto, Ferreira. P. Beatrice. (2011). Marine Protected Dramas: The Flaws of the Brazilian National Sistem of Marine Protected Areas. Environmental Management, 47, 630–643.

Marshal. N. A., Marshal. P. A., Abdulla Ameer, Rouphael Tony. (2010).The Links Between Resource Dependency and Attitude of Commercial Fishers to Coral Reef Conservation in the Red Sea. AMBIO, 39, 305–313.

Stoffle. R., Minnis. J. (2007). Marine Protected Areas and the Coral Reefs of Traditional Settlements in the Exumas, Bahamas. Coral Reefs,  26, 1023–1032.


0 komentar:



Posting Komentar